Rahasia Asma Allah
Penulis: Ibn ´Atha´illah al-Sakandari
Penulis: Ibn ´Atha´illah al-Sakandari
Buku ini memaparkan bagaimana semestinya kita memahami asmaul husna, terutama nama “Allah” sebagai asma-Nya yang paling istimewa. Nama-nama atau sifat-sifat Allah bukanlah sesuatu selain-Nya. Sifat-sifat itu tidak terpisah dari-Nya. Akan tetapi, sifat-sifat itu juga bukanlah diri-Nya. Karenanya, kita tak cukup menyebut sifat-Nya tanpa menisbahkan sifat itu kepada-Nya.
Nama “Allah” adalah istimewa dalam kaitannya dengan nama-nama atau sifat-sifat itu. Nama “Allah” ini hanyalah milik-Nya. Nama ini didahulukan dari nama-nama-Nya yang lain. Seluruh nama bahkan perlu dinisbahkan kepada nama ini. Nama ini pun memiliki rahasia dan keagungan yang tak dimiliki nama lain. Huruf-hurufnya (: alif, lam pertama, lam kedua, dan hâ’) bahkan mempunyai rahasia tersendiri. Segenap rahasia itu diutarakan pada bagian pertama.
Pada bagian kedua, kita diajak untuk bertauhid dalam berzikir. Pada satu sisi, mengerti tauhid amatlah penting untuk menambah kesadaran orang yang berzikir. Pada sisi lain, berzikir itu sendiri sepatutnya tetap berada di atas landasan tauhid.
Bagi Syekh al-Sakandarî, zikir sejati ialah “keluar dari kealpaan dan kelalaian dengan terus menghadirkan hati dan memurnikan zikir lisan disertai perasaan bahwa Tuhanlah yang mengucapkan zikir lewat lisan hamba.” Syekh mengajak kita untuk lebih jeli melihat posisi kita dalam zikir. Dilihat dari sisi bahwa zikir mengalir lewat lisan hamba, hamba memang berzikir. Akan tetapi, hamba tak akan kuasa berzikir tanpa kemudahan dan kemampuan yang Allah berikan pada lisannya, sehingga dilihat dari sisi ini, Dialah yang berzikir mengingat hamba-Nya. Pada hakikatnya, tidaklah hamba berzikir mengingat-Nya kecuali itu terwujud berkat zikir-Nya terhadap si hamba.
Lebih jauh lagi, bila dilihat dari sisi bahwa Allahlah yang kuasa mengembuskan ingatan (zikir), maka sebenarnya yang terjadi adalah: Dia berzikir akan Diri-Nya lewat lisan hamba-Nya. Bagi Syekh, “hakikat zikir adalah mengesakan Tuhan dengan si pezikir lenyap dari zikirnya sendiri, fana dalam kesaksian-Nya, serta hidup dalam penyaksian-Nya. Ia menyaksikan kebenaran sehingga Allahlah yang berzikir dan dizikiri.”
Intinya, buku ini sebenarnya bertutur tentang bagaimana kita bisa sungguh-sungguh mengenal Allah lewat asma-Nya (bagian pertama) dan keteringatan pada-Nya (bagian kedua). Sepanjang kita sanggup bersabar memahami, inilah sebuah sajian berharga untuk memuncakkan makrifat kita.
Nama “Allah” adalah istimewa dalam kaitannya dengan nama-nama atau sifat-sifat itu. Nama “Allah” ini hanyalah milik-Nya. Nama ini didahulukan dari nama-nama-Nya yang lain. Seluruh nama bahkan perlu dinisbahkan kepada nama ini. Nama ini pun memiliki rahasia dan keagungan yang tak dimiliki nama lain. Huruf-hurufnya (: alif, lam pertama, lam kedua, dan hâ’) bahkan mempunyai rahasia tersendiri. Segenap rahasia itu diutarakan pada bagian pertama.
Pada bagian kedua, kita diajak untuk bertauhid dalam berzikir. Pada satu sisi, mengerti tauhid amatlah penting untuk menambah kesadaran orang yang berzikir. Pada sisi lain, berzikir itu sendiri sepatutnya tetap berada di atas landasan tauhid.
Bagi Syekh al-Sakandarî, zikir sejati ialah “keluar dari kealpaan dan kelalaian dengan terus menghadirkan hati dan memurnikan zikir lisan disertai perasaan bahwa Tuhanlah yang mengucapkan zikir lewat lisan hamba.” Syekh mengajak kita untuk lebih jeli melihat posisi kita dalam zikir. Dilihat dari sisi bahwa zikir mengalir lewat lisan hamba, hamba memang berzikir. Akan tetapi, hamba tak akan kuasa berzikir tanpa kemudahan dan kemampuan yang Allah berikan pada lisannya, sehingga dilihat dari sisi ini, Dialah yang berzikir mengingat hamba-Nya. Pada hakikatnya, tidaklah hamba berzikir mengingat-Nya kecuali itu terwujud berkat zikir-Nya terhadap si hamba.
Lebih jauh lagi, bila dilihat dari sisi bahwa Allahlah yang kuasa mengembuskan ingatan (zikir), maka sebenarnya yang terjadi adalah: Dia berzikir akan Diri-Nya lewat lisan hamba-Nya. Bagi Syekh, “hakikat zikir adalah mengesakan Tuhan dengan si pezikir lenyap dari zikirnya sendiri, fana dalam kesaksian-Nya, serta hidup dalam penyaksian-Nya. Ia menyaksikan kebenaran sehingga Allahlah yang berzikir dan dizikiri.”
Intinya, buku ini sebenarnya bertutur tentang bagaimana kita bisa sungguh-sungguh mengenal Allah lewat asma-Nya (bagian pertama) dan keteringatan pada-Nya (bagian kedua). Sepanjang kita sanggup bersabar memahami, inilah sebuah sajian berharga untuk memuncakkan makrifat kita.
LINK:
Rahasia Asma Allah
Beli Via Toko Buku Serambi Online
Lini: Pustaka Islam Klasik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar